Mari Belajar Budaya Seko: Mukobo/Musyawarah Dalam Masyarakat Seko
Panorama alam Tanetebaba |
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Pada
bab ini penulis akan memaparkan hasil dari penelitian. Adapun jenis penelitian ini yaitu kualitatif dengan
teknik mengumpulkan data dengan cara Observasi atau secara langsusng, dan
wawancara. Observasi telah penulis lakukan sejak tahun 2014 hingga sekarang
terus mengamati bagaimana peran
dan tindakan gereja tarhadap kegiatan Mukobo, sedangkan
wawancara penulis lakukan pada bulan mei 2017 dimana penulis bisa menemukan alasan-alasan tertentu para pemimpin tokoh adat melakukan kegiatan tersebut
(mukobo), sebagai sebuah tindakan nenek moyang to seko mewujudkan kepeduliannya terhadap masyarakat.
Masyarakat
seko dikenal sebagai masyarakat yang beradat salah satu bukti adalah keberadaan
Leppo Bara’ (rumah adat), simbol tersebut bagi nenek moyang masyarakat seko
menjadi tempat dimana para pemimpin bertemu dalam rangka menyelesaikan setiap
persoalan hidup baik yang telah terjadi maupun hal-hal yang akan dilakukan bagi
masyarakat dan untuk masyarakat. Mengingat keberadaan rumah adat tersebut
banyak nilai-nilai yang perlu menjadi perhatian dan menjadi kebutuhan proses
berjalannya kehidupan bersama, salah satu nilai itu adalah “mukobo” menurut
Pdt. Kornelius Kondong bahwa mukobo adalah pertemuan yang dilakukan oleh setiap
pemimpin-pemimpin dalam masyarakat dimana pertemuan tersebut sebagai tempat
mencari solusi atau menemukan jalan
keluar dari setiap masalah
yang telah terjadi dalam masyarakat dan
juga bertujuan untuk membicarakan kepentingan
semua masyarakat demi untuk
menjadikan kehidupan masyarakat yang aman dan tentram.[1]
Pengamatan
penulis pada tahun 2014 tentang kegiatan masyarakat adat seko (adat pohoneang) yaitu
tentang Mukobo, secara tidak
formal lagi mukobo masih tetap dilakukan dengan
cara yang berbeda dan tempat yang berbeda namun tetap pada tujuan yang sama
yaitu mengenai
kepentingan bersama oleh masyarakat dan untuk ketentraman masyarakat. Demi mempertahankan nilai yang terkandung dalam mukobo
para pemimpin berinisiatif untuk tetap melakukan
pada tempat-tempat tertentu seperti di gereja atau dilakukan di rumah salah
satu tokoh adat dimana kegiatan tersebut dihadiri oleh
beberapa tokoh-tokoh adat dan juga pemimpin yang ada didalam gereja untuk
membicarakan kepentingan masyarakat dan juga ketika terjadi suatu hal yang
tidak baik dalam lingkungan masyarakat. Kegiatan mukobo dihadiri oleh Tobara (pemimpin
tokoh adat) dimana tobara adalah sebagai wakil dari tokoh adat
dalam menghadiri mukobo, pendeta,majelis, penatua, (pemimpin
dalam gereja) adalah wakil dari organisasi gereja,
pongarong, porappi dan poppeboo, dari
berbagai macam pemimpin yang berkumpul untuk menghadiri mukobo masing-masing
memiliki tugas sesuai dengan kedudukan mereka.
Menurut nenek moyang masyarakat seko mukobo disebut sebagai “Pondap Padang” penamaan tersebut lahir dari hasil kesepakatan nenek
moyang yang dengan banyaknya pertimbangan-pertimbangan yang terjadi dalam
lingkungan masyarakat juga tak lain
bahwa nama tersebut memiliki makna dan nilai yang sama dengan mukobo. Namun seiring waktu berjalan nama tersebut berubah
menjadi mukobo karena pemimpin-pemimpin yang ada pada saat itu melihat nama
pondap padang lebih sulit dibandingkan dengan kata mukobo.[2]
Berpatokan dengan hasil wawancara penulis beberapa
tokoh dan pemimpin masyarakat yang sampai saat ini masih memiliki pemahaman
tentang makna mukobo, bahwa setiap pemimpin yang
hadir dalam kegiatan tersebut mempunyai tugas masing-masing yang berbeda
setelah selesainya mukobo atau msyawara dilakukan. Mukobo dilakukan tidak menentu kapan waktunya dalam hal ini bahwa ketika
dalam masyarakat terjadi hal-hal yang dianggap suatu pelanggaran,masalah yang merugikan keberadaan hidup masyarakat. Hal itu telah
menimbulkan kegelisaan bagi pemimpin-pemimpin dalam masyarakat.
Panorama alam Tetebaba (seko) |
Mukobo merupakan budaya dan sebuah kebiasaan adat yang
secara turun-temurun dilakukan oleh masyarakat seko khususnya tokoh adat,
gereja, dan pemerintah. Dalam mukobo ini merupakan salah satu wadah pengambilan
keputusan atas persoalan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat seko khususnya
masyarakat adat pohoneang.
Mukobo juga sebuah kegiatan yang telah menjadi
kebiasaan sekaligus menjadi keharusan untuk dilakukan demi menggapai makna
hudup dalam sebuah kesatuan yang terikat pada hukum dan peraturan-peraturan
tertentu, itulah sebabnya mereka melihat bahwa tujuan mukobo dilihat mampu mengembalikan
situasi dan kondisi kehidupan yang dahulu dengan hubungan yang baik antara satu
dengan yang lainnya terlebih juga terhadap lingkungan mereka dimana mereka
hidup mempertaruhkan nasib untuk kebutuhan hidup mereka.
Tujuan utama dari mukobo, sesuai dengan pengamatan
dan hasil wawancara penulis
mukobo dilakukan dalam masyarakat karena menurut pemimpin hal itu adalah cara yang baik untuk menyelesaikan
persoalan yang terjadi dalam masyarakat
secara musyawarah, mengapa karena melalui mukobo secara
jelas akan dikaji bersama bagi tokoh yang hadir, semuanya diungkapkan atau
lebih jelasnya mencari apa yang mengakibatkan dan apa solusi dari persoalan
tersebut.
Mukobo sebagai fondasi dari seluruh aspek hidup
masyarakat seko,namun ketika hal itu menjadi hal yang terasingkan maka juga
otomatis hal yang buruk akan tetap menjadi hal yang buruk juga.tujuan mukobo
sebagai sarana untuk panggilan kita dan menolong kita mempertahankan utuhnya
kesatuan itu, juga untuk membangun iman dan meningkatkan kesejahteraan bersama
terhadap seluruh anggota masyarakat yang juga adalah sebagai komunitas gerejawi
degan melihat nilai mukobo, yang tak lain sebagai sebuah kesepakatan yang bulat
dalam iman dan tatanan lahiriah. Mengenai mukobo, fungsi utamanya adalah untuk
memelihara keutuhan kesatuan masyarakat yang telah dibangun sejak dahulu.
Mukobo adalah bagian dari nilai budaya
atau sebagai sikap kebiasaan yang mengakar dan menjadi kerangka acuan dalam
bertindak dan berperilaku berdasarkan pada apa yang telah menjadi kesepakatan
bersama.
Dalam
pertemuan tersebut para tokoh dan
seluruh unsur masyarakat yang hadir dalam mukobo,
saling memberi pemahaman dan memberi sumbangsi pemikiran bagaimana menemukan
jalan keluar dari masalah yang terjadi dimasyarakat setelah itu apa yang menjadi hasil keputusan terakhir
dari mukobo setelah itu disampaikan kepada seluruh masyarakat. Seperti
halnya yang dikatakan oleh Supartono bahwa setiap kebudayaan mengandung unsure
kebudayaan yang diperoleh dari pengalaman kehidupan dan kemudian diakumulasikan
melalui hukum adat dan diterima secara bersama untuk mengatur proses kehidupan
bersama.
Mukobo adalah hal yang penting untuk
terus dilakukan sebab dari dalamnya memiliki
nilai-nilai untuk kebaikan masyarakat.[3]
Kegiatan mukobo sangat berkesan bagi pemimpin-pemimpin yang saat sekarang ini
masih ada karena mereka
memahami bahwa hal tersebut menjadi wadah
dimana mampu mencegah
setiap persoalan yang terjadi bagi masyarakat pada saat itu.
Ada beberapa hal
pokok yang menjadi pembahasan dalam mukobo seperti:
ü Mokoko Alang,
artinya masuk dilumbung padi dengan sembarangan di denda satu ekor kerbau dan
satu ekor babi atau yang senilai
ü Makkaka’ limbong,
artinya masuk kolam ikan dengan sembarangan di denda satu ekor kerbau dan satu
ekor babi atau yag senilai.
ü Mettama paturuang,
artinya masuk dikamar orang dengan sembarangan di denda satu ekor kerbau dan
satu ekor babi atau yang senilai.
Menurut hasil yang penulis lakukan dengan salah satu
pemimpin masyarakat mengatakan bahwa bagi pondap padang (pemimpin), mukobo
tidak hanya dilakukan hanya semata-mata sebagai kebiasaan atau sebagai kegiatan
rutinitas saja tetapi memiliki maksud tertentu yang secara iman kita adalah
mewujudkan nilai kepedulian terhadap sesama dan kepedulian tarhadap lingkungan
hidup sebagai anugerah dari yang Maha Esa. Dari persoalan atau masalah yang
terjadi yang terlibat langsung dalam menangani masalah seperti yang dipaparkan
diatas adalah “podap padang”. Dimana
mereka mengambil keputusan itu dengan didasari hukum adat yang berlaku sejak
dahulu. [4]
Perlu mempertimbangkan secara kritis mengenai
persoalan-persoalan yang terjadi didalam masyarakat sebagai wujud pembenaran kita
sesuai dengan keyakinan hukum adat istiadat yang membatin dalam pikiran
seseorang bahwa inilah hal yang menjadi pokok prinsipil sebagai masyarakat yang
bersatu, agar setiap orang bersungguh-sungguh dan bertekun untuk mengetahui
hasil dan tujuan mukobo itu.
Kalimat tersebut harus menjadi bukti yang cukup kuat,
bahwa nilai mukobo dalam masyarakat mengimplikasikan nilai kebudayaan yaitu
musyawarah sehingga jukalau terjadi persoalan didalam masyarakat seko
embonatana, dapat diambilkan solusi dari permasalahan yang terjadi.[5]
Nilai
dari mukobo dan juga sebagai tuntutan yang harus dilakukan masyarakat seko
yaitu :
Yang pertama, nilai kejujuran; dimana nilai tersebut
sangat diperjuangkan demi menciptakan suasana dalam lingkungan yang baik
sebagai mahluk ciptaan yang Maha kuasa, nilai kejujuran di wujudnyatakan
melalui tindakan seseorang yang mampu menghayati bahwa tanpa jujur dalam segala
hal maka sangatlah tidak mungkin kita dapat berinteraksi dengan sesama
masyarakat dengan baik.
Yang
kedua nilai harmonis dan kerjasama; mengapa rasa kebersamaan penting bagi
masyarakat seko? Khususnya bagi sebuah organisasi, karena bagi mereka kebersamaan
memiliki makna sebuah ikatan yang terbentuk karena adanya rasa
kekeluargaan/persaudaraan, lebih dari sekedar bekerjasama atau hubungan
profosional biasa. [6]
Nilai dari mukobo itu dibangun dari berbagai unsur
yang sangat penting antara lain: sehati dan sepikir, masyarakat melihat unsur
ini sangat penting dibangun karena dalam
sebuah organisasi masyarakat akan terdapat banyak sikap dan tindakan yang
berbeda, sikap sehati sepikir mengutamakan kepentingan bersama dari pada
kepentingan pribadi maka dalam proses perjalanan itu akan berjalan dengan
lancar dan baik.
Dalam wawncara yang penulis lakukan, tujuan mukobo
juga menhindari adanya sikap egois sekali pun manusia adalah mahluk egois, hal
yang dihindari dari sikap tersebut yaitu munculnya teorotis tetapik tidak ada
tindakan atau praktikal dalam masyarakat. Nilai kerendahan hati adalah hal yang
juga diwujudkan melalui Mukobo, pemimpin
masyarakat sebagai orang yang tertua, pengalaman lebih matang, keahlian lebih
tinggi, untuk menekan rasa sombong dalam diri dan rela bekerja sama sambil
menuntun kepada anggota lainnya. Menurut masyarakat Seko kerendahan hati akan
menghindarkan kita dari rasa benci dan terjadinya terpecahnya masyarakat dalam
kesatuan yang utuh. Menyumbangkan tenaga, pikiran, dan waktu atau lebih dikenal
dengan istilah berkorban, juga menjadi tujuan dan tuntutan yang ingin dicapai
dari Mukobo. Perbadaan sumbangsih jangan
sampai memunculkan gesekan negatif yang bisa berdampak pada perpecahan dalam
hubungan bermasyarakat.
Mukobo
dilakukan di rumah adat sebagai tempat khusus yang memang dibangun atau
didirikan dengan memiliki keunikan tertentu. Mukobo dilakukan oleh pondap padang (pemimpin dalam masyarakat).
Ketika Mukobo dilakukan semua yang
adalah pemimpin dalam masyarakat diundang untuk hadir dalam Mukobo, pelaksanaan dari Mukobo tidak tertentu artinya bahwa
mukobo dilakukan karena ada sesuatu yang harus dibicarakan secara bersama, atau
karena ada hal yang terjadi dalam masyarakat yang mungkin saja mengganggu
ketenangan hidup masyarakat. Sehingga yang mengambil peran dalam persoalan
tersebut adalah mereka yang disebut pondap padang (pemimpin).
Ketika Mukobo dilakukan yang menjadi tuntutan
utama didalamnya adalah ketegasan pemimpin-pemimpin dalam menyikapi apa yang
telah menjadi kesepakatan bersama atau lebih jelasnya harus sesuai dengan hukum
adat yang berlaku. Setelah mukobo dilakukan apa yang menjadi hasil akhir
keputusan itu, kesepakatan kembali disampaikan kepada seluruh masyarakat oleh
pemimpin yang memang sudah memiliki tugas untuk menyampaikan hasil keputusan
dari Mukobo. pemimpin tersebut yaitu
memimpin yang disebut “Popeboo” nama tokoh adat yang memiliki tugas untuk mendatangi setiap rumah-rumah untuk
menyampaikan apa yang telah menjadi hasil keputusan akhir dari Mukobo. Dengan sendirinya masyarakat
setelah menerima dan mendengar apa yang telah disampaikan oleh popeboo bahwa
itulah yang harus dilakukan demi kepentingan bersama. Mukobo dilakukan ketika sesuatu hal terjadi dalam lingkungan
masyarakat seperti ketika terjadi: persinahan, pembunuhan, pencurian, dan masih
banyak hal yang dianggap tidak selayaknya dilakukan. [7]
Responden
yaitu B. Simbara dan Musa Toro, mengalami langsung dan menikmati kerukunan
masyarakat Seko
ketika kegiatan mukobo masih dilakukan oleh setiap pemimpin yang ada di dalam masyarakat juga mengakui
bahwa sejahtera dan keharmonisan sangat kelihatan tanpa sesuatu hal yang dianggap
itu adalah masalah. Namun menurut mereka apa yang terjadi
dalam perjalanan kehidupan masyarakat
seko saat sekarang ini, sangat memperhatinkan tidaklah keutuhan keharmonisan itu menjadi puna akibat
aturan atau kebiasaan
yang dilakukan tidak terlalu
mengambil peran lagi dalam setiap masalah yang terjadi dalam masyarakat.
Padahal tujuan dilakukannya Mukobo
dalam lingkungan masyarakat seko (adat
Pohoneang), sebagai panutan masyarakat untuk menyelesaikan
persoalan yang ada,
melakukan setiapa kegiatan yang adalah kepentingan semua orang
baik mempertahankan martabat dan kedudukan hukum adat dan demi mensejaterahkan
kondisi kehidupan masyarakatnya. Mukobo
bukan hanya sekedar tempat berkumpul dimana bertemu antara satu orang dengan
orang lain, dalam hal ini semua pemimpin dalam masyarakat
D.
Intrepetasi
Hasil dari wawancara yang penulis lakukan dilapangan
mengenai makna mukobo. Mukobo atau
musyawara adalah suatu upaya bersama dengan dasar sikap peduli terhadap
persoalan (mencari jalan keluar) guna mengambil keputusan bersama dalam
menyelesaikan atau pemecahan masalah yang menyangkut urusan keduniawian dan
bermaksud pemecahan masalah yang terjadi dilingkungan kehidupan masyarakat itu
sendiri. Sebagaimana yang telah kita ketahui dalam persoalan atau penyelesaian
masalah adalah bagian dari proses berpikir. Pola atau cara seperti itulah yang
dilakukan oleh tobara’ (pemimpin masyarakat Seko Embonatana), untuk menentukan
sebuah keputusan yang didasari dengan melihat apa yang dibutuhkan masyarakat
setempat. Maka perlu memahami sebagai wujud kepedulian terhadap kehidupan
masyarakat bahwa ada tahap-tahap yang harus kita lakukan dalam pemecahan setiap
masalah yang terjadi. Tahapan demi tahapan yang dilakukan oleh pemimpin seko
embonatana, yaitu menegakkan makna apa yang terkandung dalam Mukobo sehingga masyarakat setempat
berusaha memelihara makna itu dalam kehidupan bersama dan terlebih bagi
kehidupan yang memiliki visi bersama.
Itulah sebabnya mengapa para pemimpin masyarakat Seko
melakukan musyawara atau Mukobo
ternyata karena yang pertama maksud dari mukobo adalah mencari penyebab
munculnya masalah yang terjadi ditengah keberadaan masyarakat setelah penyebab itu
ditemukan maka disitulah hukum adat ditegakkan sesuai pada tempatnya sehingga
masyarakat Seko memiliki dasar yang kuat
untuk tidak lagi mengulangi kesalahan yang dilakukan dan juga sebagai contoh
yang baik untuk masyarakat itu sendiri, disitulah juga pemimpin kampung
bagaimana mempertimbangkan dan berusaha menemukan jalan keluar dari persoalan
yang terjadi, setelah itu dengan memilih jalan keluar yang dengan mudah,
sehingga kemampuan untuk memahami apa tujuan dari masalahnya dan aturan apa
yang bisa diterapkan merupakan kunci untuk pemecahan masalah, dan terakhir
melaksanakan peroses penyelesaian masalah yang terjadi demi kepentingan
bersama.
Bila mana di pandang dari segi makna budaya Mukobo yang dilakukan masyarakat seko tobara’(pemimpin), adalah kegiatan
intelektual yang dihasilkan dari kesepakatan yang memiliki kemampuan
menginterpretasi serta cita rasa untuk membedakan yang bagus dari yang buruk.
Maksudnya musyawara atau Mukobo yang
dilakukan para tokoh adat Pohoneang menjadi tempat fokus utama menemui dan
memahami perjalanan kehidupan masyarakat didalam lingkungannya. Demi mewujudkan
kesejatraan masyarakat yang utuh khususnya dalam menyikapi persoalan yang hadir
dalam hidup masyarakat, maka tidaklah boleh makna Mukobo khususnya bagi masyarakat Seko Embonatan hilang dari
masing-masing hati nurani mereka karna sangat mempengaruhi keutuhan perjalanan
kehidupan masyarakat yang ada dalam lingkup hukum atau aturan yang telah
disepakati bersama seperti musyawara atau Mukobo
yang dilakukan pemimpin-pemimpin dalam masyarakat.
Pentingnya memahami makna mukobo disitulah sebagai
wujud keteledanan pemimpin mengenai apa yang diberikan oleh leluhur atau nenek
moyang orang Seko, karna semua unsur kegiatan yang ada dalam masyarakat Seko
adalah warisan dari nenek moyang maka kebiasaan-kebiasaan yang dilahirkan
seperti hukum adat yang ada di pelihara melalui kegiatan Mukobo. Memang ketika diperhatikan dengan jelas makna Mukobo ini mangambil tempat dalam
kehidupan masyarakat yang kadang sulit dipahami namun nilai-nilai itulah yang
tidak terlepas dari pribadi seseorang apalagi bagi tokoh-tokoh masyarakat maka
mereka masih sangat memiliki kerinduan untuk mewujudkan cita dan citra
kepedulian leluhur orang Seko embonatana.
Penulis melihat dari makna tertentu budaya atau
kebiasan masyarakat seko khususnya daerah seko embonatana tentang Mukobo mengacu pada objek-objek dan
kegiatan-kegiatan sosial yang sebagian besar atau secara eksklusif yang tujuan
dan fungsi sosialnya bersifat simbolis. Seperti seni, musik, dan olaraga
terlebih hukum adat yang ada. Menurut penulis secara analitis, budaya mukobo
mengacu pada simbolis dan penciptaan gagasan dari suatu tindakan sosial,
hubungan sosial, atau polah sejarah. Tindakan kegiatan Mukobo adalah sebuah kesengajaan yang memberi tanda simbol bahwa
itu adalah pembingkaian situasional atau kondisi masyarakat adat pohoneang
sejak dahulu.
Kalau kita membagun kerjasama yang baik, berbagai cara
yang di lakukan demi mencapai tujuan yang diinginkan bersama dalam proses
kehidupan masyarakat. Sebagai wujud keberimanan kita terhadap Sang Maha Kuasa
yaitu Yesus Kristus, tentu tuntutan kepedulian terhadap sesama sangatlah
menjadi perioritas utama dalam kehidupan manusia di dunia ini. setelah
berjalannya proses hidup dengan berdasarkan amanat yang diilhamkan Allah kepada
manusia maka semua akan menjadi indah baik hidup penuh damai,sejahterah, dan
sebagainya, tetap mengambil bagian dalam hidup kita yang kekal.
Pengamatan penulis,bahwa masayarakat adat Seko secara
tradisi terus berpegang pada nilai-nilai lokal yang diyakini kebenaran dan
kesakralannya serta menjadi pegangan hidup yang diwariskan cecara turun temurun
sangat baik untuk berinteraksi dengan sesama manusia. Masyarakat adat Seko
memiliki budaya leluhur berupa ikatan persatuan dan persaudaraan yang kita
kenal dengan istila Sallombengang, dan juga dikenal dengan istila lain yaitu Mukobo yang memiliki makna yaitu peduli. Mukobo yang dipimpin oleh Tobara’ dipandang sebagai pola atau cara
yang memiliki peranan yang memiliki pengaruh besar karena mencakup totalitas
keutuhan masyarakat setempat. Juga berperan sebagai tempat penentuan
pelaksanaan setiap ritus kebudayaan yang tak terpisahkan dalam kehidupan menyeluruh
masyarakat setempat. Mukobo yang
dipimpin oleh seluruh pemimpin kepala kampung yang adalah penentu dari semua
kebijakan-kebijakan menyangkut kebutuhan proses kehidupan masyarakat.
Makna yang terkandung melalui Mukobo adalah kesatuan (ma’mesa)
kejujuran (penanaha mahulo),
menghargai (sipakke’), menghormati (sitongai) antar anggota masyarakat amat
terlebih yang dituakan dalam kampung (amanna
lipu) menjalin hubungan yang harmonis dan saling membantu (situhoi). Dari semua ritus yang
dilakukan masyarakat seko embonatana senantiasa mengambil peran penting bagi
kehidupan masyarakat sendiri seperti yang penulis tela paparkan diatas. Perlu
diketahui bahwa bagi pemahaman masyarakat seko embonatana ketika pemimpin (tobara’) atau masyarakat tidak setia melakukan
setiap ritus yang ada maka akan ditimpa langsung hukum yang diyakini oleh
masyarakat seko embonatana sendiri. Mukobo yang dilakukan di rumah adat seko,
juga sebagai tempat dimana menegakkan hukum adat untuk mengklarifikasi
persoalan seperti persoalan yang penulis jelaskan diatas. Sama halnya dengan
kerinduan suatu masyarakat lain yang juga menginginkan suatu tindakan dalam
menggenapi sebuah misi yang hendak dicapai untuk tujuan bersama.
Dalam pengertian ini bahwa pemimpin dalam masyarakat
bukan hanya memerintah, tetapi bersama seluruh komunitas yang dipimpinnya demi
mencapai visi bersama. Bagi penulis setelah melakukan pengamatan dilapangan,
bahwa para pemimpin kampung pokok dan tujuan utamanya adalah bagaimana
mengembalikan jati diri dan sebagai warna kebiasaan yang peranannya sangan
penting dalam mewujudnyatakan nialai kebersamaan itu, sehingga dengan tegas dan
jelas Tobara’ (pemimpin masyarakat
Seko Embonatana), menjelaskan sebuah keuntungan dalam memelihara ritus -ritus
yang ada disitulah juga kita dapat memaknai pentingnya kebersamaan dibangun
dalam masyarakat, dengan cara dan bagaimana? Tentu corak dalam masyarakat
memiliki ragam warna yang adalah menjadi ciri khas suatu masyarakat dalam suku
agama, dan ras yang berbeda-beda yang juga melalui hal tersebut memberi atau
menunjukkan dampak dari kebiasaan itu.
Teringat dengan pernyataan sala satu pemimpin
masyarakat Seko Embonatana, yang mengatakan “pelangi menjadi indah ketika perpaduan antara beragam warna, seperti
merah,kuning, hijau dan jingga”. Artinya bahwa menurut pemahaman yang dia
ketahui, dalam setiap organisasi yang terdapat dalam masyarakat tentunya
mempunyai cara atau polah hidup yang beragam berdasarkan konteks dalam
masyarakat setmpat tetapi ketika perbedaan itu menjadi hal yang penting untuk
diatasi maka masyarakat dengan berbagai cara mencegah hal itu. Seperti Mukobo yang dilakukan oleh pemimpin dan
masyarakat Seko Embonatana adalah sala satu cara yang terus menerus dilakukan
demi mencapai visi barsama.
Menurut pemimpin Seko Embonatan Mukobo dilakukan dengan dasar; atas kepentingan bersama. Setelah
itu memiliki tujuan mendapatkan kesepakatan bersama sehingga keputusan akhir
yang diambil dalam mukobo dapat diterima dan dilaksanakan oleh semua anggota
dengan penuh rasa tanggung jawab. Mukobo dalam
kehidupan masyarakat Seko Embonatan bersifat kontemporer (sewaktu-waktu)
dilakukan atau apa bila dengan melihat sesuatu persoalan yang terjadi yang
sangat lauarbiasa. Dilakukannya Mukobo
itu dijadikan sebagai tempat berkoordinasi antarintern. Apa-apa saja yang
dilakukan atau yang diperjuangkan melalui mukobo, tak lain ialah kita kembali
melihat seperti apa kehidupan seko secara keseluruhan di masa lalu, seperti
hukum adat yang di tegakkan, menjalankan sanksi adat sebagaiman mestinya.
Bagaimana kita dapat menenal kebiasaan itu dari Seko Embonatana dengan melihat
apa yang menjadi simbol-simbol budaya seperti Mohokke, Molere, Moriuk hatang/ Moriuk hatu dan juga kita bisa
menemui kesenian daerah Seko yang juga adalah sebagai suatu kebiasaan yang
menunjukkan bahwa itu adalah bagian dari simbol budaya yang memiliki makna tertentu
bagi orang Seko.
Seiring berjalannya waktu maka sikap dan tindakan yang
dahulu berjalan dengan baik maka semua hal itu pasti juga mangalami perubahan
dari satu cara dapat berubah menjadi banyak cara, penulis mengamati ada pola
pelaksanaan Mukobo yang terjadi
didalam kehidupan masyarakat seko embonatan dimana Mukobo dilakukan di rumah adat tetapi sekarang dilakukan di
berbagai tempat yaitu di gereja, rumah salah satu toko adat, tetapi itu tidak
menjadi masalah terlebih merubah bahkan menghilangkan makna dan nilai yang
terkandung dalam Mukobo tetapi justru
semua itu adalah kerinduan bagi pemimpin untuk tetap memelihara nialai itu dengan
melakukan atau melaksanakan Mukobo di
tempat yang layak untuk diselenggarakannya mukobo itu. dari segi hubungan
sosial budaya Nampak sekali bahwa dunia dewas ini kian mengglobal dengan sifat
yang berdasar pada individualis yang sangat besar pengaruhnya bagi proses
perjalanan kehidupan kebersamaan masyarakat, karena itu mari wujudkan
kepedulian dan sikap kekwatiran itu dengan memelihara secara utuh nilai-nilai
budaya.
Secara hubungan sosial, Mukobo ini tidaklah mengandung nilai yang sempit dalam kehidupan
bermasyarakat. Bagi kehidupan masyarakat seko embonatan, mukobo memaknai sikap
yang bersifat rasa kekeluargaan, persahabatan, parsaudaraan dan yang terpenting
adalah kebersamaan antara satu orang dengan yang lainnya
E.
Refleksi
Teologis
Melihat dari analisis tersebut, pentingnya memelihara
makna yang terkandung dalam mukobo sebagai wujud kesetiaan, kerinduan dan
kesadaran bahwa hidup dan kehidupan ini adalah bagian dari makna itu,.
Setiap kebiasaan yang adalah warisan perjalanan
kehidupan kita tidaklah terlepas dari kehidupan bersosial dan kemudian
dihubungkan dengan subjektivitas, dan kesadaran oleh karena itu makna dari
kebersamaan akan terpahami ketika dengan landasan kebersamaan itu melibatkan
diri dalam pergulatan-pergulatan masalah sosial. Itulah kebiasaan budaya Mukobo memang sudah diakui sebagai wujud
dan tindakan yang memberi dampak tertentu sebagai kesetiaan leluhur kita
terhadap harmoninya kehidupan yang aman, oleh karena itu hubungan antara budaya
dengan tindakan menjadi satu-kesatuan komponen penting dalam kehidupan manusia.
Sebagai amanat agung yang harus melibatkan diri dalam pelayanan lintas budaya
dengan memakai kontekstualisasi itu adalah sebagai cara hadirnya gereja dalam
menindaklajuti kebiasaan-kebiasaan yang hadir dalam kehidupan masyarakat.
Memahami konteks hidup, manusia sangat kompleks. Oleh
karena itu, tindakan berteologi akan selalu muncul dalam bentuk dan ekspresi
yang bermacam-macam. Didalam kerangka berpikir seperti itu hidup ini akan lebih
banyak menjumpai persoalan-persoalan yang meruju pada pertanyaan bukan sebuah
jawaban. Bagi kehidupan masyarakat Pohoneag mukobo sebagai tempat mewujudkan
refleksi menjumpai makna kehidupan ini seharusnya diwarnai dengan membangun
sebuah perspektif keristenan yang harus terbuka. Hal itu demikian diperkuat
oleh pemimpin adat yang pemikirannya terpola dan teratur dalam sebuah tindakan
yang telah menjadi kebiasaan.
Ada lagu dari tana adat seko yang mengatkan “Di basahi
Batue Di aliri Uro, itulah tana seko kecil tapi indah, Di pgari kambuno,
Malimongan baba, Tana itu kucinta selam hidup”. Panggalan syair lagu tersebut
menjadi lagu wajib yang kerap dinyanyikan dalam setiap pertemuan-pertemuan yang
dilakukan oleh masyarakat Adat Pohoneang. Ini sebuah lagu penuh makna yang
memberi gambaran keserasian manusia dengan alam, menyangkut wilaya, hukum,
maupun adat istiadat di tanah leluhur. Syair lagu tersebut memberi gambaran
tentang ruang kehidupan yang terbatas dan membentuk hubungan abadi antara
manusia dengan alam. Mukobo adalah
sala satu wujud persekutuan dalam masyarakat adat dimana dalam kehidupannya
menggambarkan bahwa kepedulian terhadap sesama dan alam adalah hal yang
penting..
Mukobo melalui ajaran gereja sebagai persekutuan, pada
pemahaman teologis bahwa manusia bertanggung jawab mengelola, memlihara dan
melestarikan ciptaan Allah. bahwa gereja memiliki misi untuk menghadirkan kabar
kesukaan ditengah-tengah kehidupan sambil
menantikan langit baru dan dunia baru yang didalamnya terdapat sebuah kebenaran
bahwa umat Kristiani ddipanggil untuk mengupayakan kehidupan masyarakat yang
berdasrakan atas perdamaian dan kerukunan sebagai wujud kasih Allah bagi dunia.
Oleh karna itu untuk mnyatakan kasih terhadap sesama manusia gereja harus
menerima terlebih dahulu keberadaan dan kondisi kehidupan masyarakat secara
utuh bagaimana hubungan Allah dengan keimana manuisanya.
Perjuangan untuk mewujudkan sejahterah Tuhan menuntut
sikap dan tindakan yang nyata, harus dimulai dari kehidupan gereja dan
orang-orang Kristen, dan melalui pengajaran gereja sebagai lembaga terhadap
warga, dan masyarakatnya, tentunya dengan harapan bahwa ajaran-ajaran yang
dituntut gereja harus sesuai dengan makna apa yang juga dituntut oleh proses
perjalanan kehidupan masyarakat. Biasanya karena kekurangmatangan dan
ketidaktahuan kita, dan juga oleh kesombongan akal budi kita, kita membutuhkan
pertolongan eksternal yang olehnya iman dapat dilahirkan di dalam diri kita,
pertumbuhan, dan memajuhkan diri kita selangkah demi selangkah, maka Allah
tidak lupa menyediakan pertolongan ini bagi kita, sebagai penopang kelemahan
kita. Hal itu gerejalah yang memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar
mengenai hal yang demikian. Ia tidak meniadakan apa pun yang bisa meningkatkan
kesepandangan yang kudus dalam iman dan tatanan yang baik di antara kita. Di
atas segalahnya, Ia telah menetapkan sakramen-sakramen, yang dapat kita ketahui
dengan pengalaman ssebagai sarana yang sangat berguna untuk pemeliharaan dan
peneguhan iman kita.
Setelah itu bagaimana tentang hal kedamaian jika
dilihat dalam terang firman Tuhan, melalui pelayanan Yesus yang adalah sosok
pemimpin sejati dimana dalam pelayanan-Nya menginginkan semua manusia berdamai
dalam Kristus, terhadap sesama maka dengan kasih dan rendah hati Ia melayani
dengan bijak bagi siapa saja yang ingin untuk diperdamaikan dan diselamatkan.
Konsep pelayanan yang dilakukan oleh Yesus yang merupakan sosok pemimpin yang
sejati yang kemudian dapat diteladani oleh pemimpin masa kini, karna Dia dengan
sungguh-sungguh semangat memberikan pelayanan tanpa melihat bahwa siap yang Ia
layani. Dalam Mark. 10:45 digambarkan bagaimana pola pelayanan Yesus yaitu
“Anak manusia datang bukan untuk dilayanai melainkan untuk melayani”. Maka dari
kepemimpinan itu jugalah yang tergambar terhadap pemimpin-pemimpin yang ada di
seko embonatana (tobara’) yang
memimpin dengan bijaksana, penuh keberanian, penuh kesetiaan, dan
sungguh-sungguh menjiwai kepemimpinan yang diperankan dalam mewujudkan
kedamaian bersama. Karena dengan teladan yang diberikan Yesus, kita melihat
bahwa kepemimpinan itu merupakan pelayanan yang kemudian harus dijalankan
sebagaimana mestinya. Menurut kacamata iman kita bahwa dimana ada kebenaran
disitu ada kedamaian, prinsip rihani yang pertama ini bahwa damai tidak dapat
dipisahkan dari kebenaran. Damai dengan kebenaran selalu berjalan beriringan,
itu berarti jika tiadak ada kebenaran maka tidak ada damai. Damai bukanlah hala
yang tanpa syarat, ada kehidupan yang harus kita jalani sebagai keluarga Allah
jika kita bercita-cita untuk menjalani hidup yang selalu berkenan kepada-Nya
dan memiliki prinsip bahwa aku gemar mengerjakan kehendak-Mu ya Allah, maka
tentu kita akan menerima suasana kehidupan yang damai.
Tentu sebagai orang yang memiliki iman kepercayaannya
kepada Allah maka maka damai itu akan ditujukan kepada kiat, banyak referensi
Alkitab yang menegaskan hal ini, sebagai contoh dalam kitab Ibrani 12:14,
berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa
kekudusan tidak ada seseorangpun melihat Tuhan. Firman Tuhan menunjukan sikap
seperti apa yang harus dilakukan dalam sebuah oraganisasi dan dalam
bermasyarakat demi mewujudkan situasi dan kondisi kehidupan yang baik dan
damai.
Persekutuan dalam terang firman Tuhan yaitu
persekutuan yang memiliki dasar yaitu sekutu, yang berarti rekanan atau kawan,
sedangkan bila kita melihatnya dalam bentuk kata persekutuan maka maksudnya
adalah persatuan atau ikatan, yang dimaksud dengan ikatan ialah ikatan
orang-orang yang sama kepentingannya, begitu juga dengan persatuan. Kalau kita
memaknai penjelasan tersebut maka sama halnya member penjelasan bahwah ketika
seseorang tidak mau terikat dalam sebuah kebiasaan yang terus dilakukan dalam
masyarakat maka orang itu tidak memiliki kepentingan yang sama dengan
sesamanya. Itu dapat terbukti melalui tindaka, cara atau pola pikirannya dan
kondisi hidupnya.
Dalam realitas kehidupan manusia, ada dua kekuatan
yang berbeda, atau dua sekutu yang berbeda yang sering menjadi tumpuan atau
sandaran untuk setiap manusia menjalankan hidupnya yaitu; kekuatan Allah yang
maha tinggi yang tela menciptakan langit dan bumi dan segala isinya, termasuk
manusia sebagai ciptaan yang termuali, yang berikut adalah kekuatan iblis, yang
bisa saja dapat mengganggu keberadaan manusia itu. dari penjelasan tersebut
kita seharusnya sudah mengetahui bahwa kekuatan sekutu mana yang lebih
berkuasa, yaitu kekuatan Allah yang berhak atas segalah yang hidup. Tetapi
pertanyaannya kena sampai saat inipun masih banyak orang yang seakan
menyerahkan hidupnya kepada kekuatan diluar kuasa Allah? jawabannya sederhana
saja, yaitu karena apa yang ditawarkan iblis kepada hidup kita adalah sesuatu
hal yang telah nyata kita lihat dan dapat kita nikmati.
Persekutuan dalam sebuah tatanan masyarakat sangatlah
penting melihat apa yang telah ditunjukkan Allah, dimana Yesus taat kepada
Bapa-Nya. Kalau kita menyadari bahwa hidup kita ini akan diperhadapkan pada
persoalan kematian, maka kiata harus menjadi sekutu Tuhan berarti juaga menjadi
serupa dengan Tuhan dalam kematian Tuhan dan akan masuk kedalam kemuliaan. Pernyataan
ini setidaknya mengingatkan kita bahwa:
ü Memilih bersekutu dengan iblis berarti binasa
ü Memilih bersekutu dengan Tuhan berarti hidup kekal.
Sangat jelas bahwa kita diajak untuk bersatu dalam
kebersamaan, kesatuan adalah satu hal yang harus kita wujudkan sebagai umat
Tuhan. Apa dasar persekutuan kiat? Dasar persekutuan kita adalah satu tubuh dan
satu Roh. Dengan demikian kita dapat memahami panggilan kiata di tengah
kehidupan kita.
PENULIS: Yoram Longi S.Th
PENULIS: Yoram Longi S.Th
[1] Wawancara dengan responden Pdt. Kornelius Kondong pada tanggal 15 Mei
2017 pukul 05.00
[3] Wawancara dengan responden B. Simbara pada tanggal 17 mei 2017
[4] Wawancara dengan
responden Yunus Pangganga bercerita tentang nilai mukobo , pokappaang 18 mei
2017 pukul 14.00 WITA
[5] Wawancara dengan
responden Musa Derita pada tanggal 18 mei 2017 pukul 12.00 WITA di seko
embonatana.
[6] Wawancara dengan
responden Yunus Pangganga bercerita tentang nilai mukobo , pokappaang 18 mei
2017 pukul 17.00 WITA
[7] Wawancara dengan
responden Musa Derita mengenai “poppeboo
atau nama tokoh adat” pokappaang 19 mei
2017 pukul 17.00 WITA
Comments
Post a Comment